Alamat:

1. ) Kantor SKW : Jl. Gawok, No 50 Sebelah Barat Tugu Mayang, Sukoharjo, 2.) Kantor Perwakilan Wilayah: Jl. Pati-Kudus, KM 3,5 Pati

Kontak:

Telpon (0271) 7892950; (0295) 382090 email: ksdajateng.skw1@gmail.com, Portal: skw1surakarta.blogspot.com

Personil:

Kepala Seksi : Johan Setiawan, S. Hut., M. Sc

Sekretariat Surakarta : Minto B, Dyah Arum, Runy Wijayanti, M. Rizal, C. Pujiyem, Suyatni, Bambang Kusumo

Sekretariat Pati : Siti Asiyatun, Deshinta, Fathoni, Ricky

Resort Solo: Joko Triono, Sularno, Wiranto, Amrul,

Resort Karanganyar : Selamet Sukeri, Sumiyarno, Agung BR, Budi, Totok

Resort Semarang : T. Haryono, Sarto, Gunawan, Suyatno, Yatin, Budi, Rimbawanto, Samhudi

Resort Pati Barat : Iwan Santoso, Muali, Budipurwanto, Harsono, Rifan

Resort Pati Timur : Arif S, Imam S, Edi S, Karyatno, Sutris, Heri Gondo, Sri H, Nugroho, Didik, Agus Sudarmono, Karno

Wilayah Kerja:

Wilayah kerja SKW I Surakarta meliputi 19 Kabupaten dan

Kota di Jawa Tengah: Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Sragen, Boyolali, SOlo, Salatiga, Ka. Semarang, Kota Semarang, Kendal, Batang, Demak, Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, Purwodadi.

Selasa, 24 Februari 2015

Pemeriksaan Dan Pengawasan Pengangkutan Lumba-Lumba

Lumba-lumba adalah mamalia laut yang sangat cerdas, selain itu sistem alamiah yang melengkapi tubuhnya sangat kompleks. Lumba-lumba memiliki sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi dan menerima rangsang yang dinamakan sistem sonar, sistem ini dapat menghindari benda-benda yang ada di depan lumba-lumba, sehingga terhindar dari benturan. Karena kelebihan pada mamalia inilah lumba-lumba sering dijadikan sebagai objek peragaan untuk sarana edukasi.
Pada tanggal 23 Januari sampai dengan 22 Februari 2015 diselenggarakan Peragaan Lumba-Lumba di Stadion Joyokusumo Pati, Kabupaten Pati oleh Lembaga Konservasi (LK) dari PT. Batang Dolphin Center (BDC), Kab. Batang. Peragaan Lumba-Lumba yang telah diselenggarakan ini telah memenuhi ijin dan prosedur yang ada sebelumnya. Setelah mengadakan peragaan lumba-lumba dan satwa lainnya selama satu bulan, dilakukan kembali pengawasan dan pemeriksaan oleh petugas untuk pengangkutan kembali satwa ini ke tempat asal LK PT. BDC di Kabupaten Batang.
Salah satu faktor yang sering disorot adalah kelayakan proses pengangkutan yang sering disebutkan belum memenuhi prosedur yang ada. Dalam prosedur pengangkutan satwa ini harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan satwa. Prosedur pengangkutan ini sudah tercantum dalam Peraturan Direktur Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor : P.16/IV-SET/2014 tentang Pedoman Peragaan Lumba-Lumba.
Selanjutnya, pada tanggal 23 Februari 2015 dalam hal ini Polhut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah yaitu Iwan Santoso dan Mu'ali, melaksanakan proses pemeriksaan dan pengawasan pengangkutan lumba-lumba dari Stadion Joyokusumo Pati untuk dikembalikan ke tempat asal Lembaga Konservasi PT. Batang Dolphin Center di Kabupaten Batang.

Pengangkutan Lumba-Lumba ini menggunakan mobil box yang sudah dimodifikasi khusus untuk pengangkutan lumba-lumba. Di dalam mobil memuat dua buah boks atau kotak tempat lumba-lumba dengan ukuran box mencapai 3 x 1 x 1 meter yang telah disesuaikan dengan besar lumba-lumba, yang terbuat dari fiber dan dilindungi dengan rangka besi.

       Gambar 1. Box tempat angkut lumba-lumba

Pertama hal yang dilakukan dalam proses pengangkutan lumba-lumba adalah proses penangkapan lumba-lumba dari kolam. Proses penangkapan lumba-lumba ini harus dilakukan oleh petugas yang sudah terbiasa berinteraksi dengan satwa ini, hal ini dilakukan untuk meminimalisir tingkat stres satwa pada saat proses pemindahan lumba-lumba.
                                      Gambar 2. Penyiapan tandu angkut lumba-lumba

Proses pemindahan menggunakan tandu yang terbuat dari bahan khusus yang lembut, selembut handuk yang di basahi, jika tidak ada dapat menggunakan terpal kemudian dilapisi dengan handuk yang telah di basahi. 
                         Gambar 3,4,5. Pengangkutan lumba-lumba dengan ditandu menuju kendaraan angkut


Mobil angkut yang digunakan untuk mengangkut lumba-lumba ini harus mempunyai ventilasi yang memadai dan mempunyai peneduh untuk menjaga agar tidak terkena hujan dan panas, yang paling penting kendaraan (mobil) angkut ini harus layak jalan dan nyaman.

Dalam pengangkutan lumba-lumba kali ini menggunakan sistem basah, sehingga pada kendaraan angkut di dalamnya telah disiapkan box yang telah diisi air hingga setengah badan lumba-lumba.


                                                               Gambar 6. Pengisian air ke dalam box
       
      Setelah box yang berisi air siap, lumba-lumba yang telah dipindahkan dengan terpal diangkut dan dipindahkan ke dalam box. Posisi lumba-lumba ini ditandu, dan pada terpal penandu diberi lubang untuk tempat sirip

                             Gambar 7. Proses pemindahan ke dalam box
        
        Lumba-lumba diletakkan di dalam box bersama dengan tandunya, hal ini dilakukan bukan untuk menyiksa satwa ini melainkan sebagai bentuk pengamanan posisi lumba-lumba agar tidak banyak bergerak yang dapat menimbulkan luka goresan pada lumba-lumba itu sendiri akibat guncangan saat di perjalanan.     
                                         
                                                 Gambar 8, 9. Proses penataan tandu ke dalam box

Pada saat proses pengangkutan dengan alat angkut darat dalam hal ini mobil harus memperhatikan :
  1. satwa tidak diperkenankan diberi makan selama perjalanan;
  2. waktu perjalanan dilakukan pada sore, malam, atau dini hari;
  3. harus didampingi paling sedikit 2 (dua) petugas / perawat;
  4. posisi lumba-lumba harus selalu diawasi dan apabila lumba-lumba dinilai tidak nyaman, maka segera dilakukan tindakan untuk mengubah posisi;
  5. laju kendaraan tidak boleh melaju dengan kecepatan yang tinggi.

     Jadi dalam prosedur pengangkutan lumba-lumba ini harus memperhatikan aspek kenyamanan dan keselamatan satwa. Usahakan dalam saat pengangkutan kondisi di dalam kendaraan angkut sirkulasi udaranya bagus, dan dengan suhu  berkisar 10o – 28o C . Dan setelah pengangkutan dan sampai kembali ke asal, lumba-lumba ini harus segera dipindahkan dan diperiksa kembali. Waktu istirahat paling sedikit selama 2 (dua) hari untuk beradaptasi dengan lingkungan setempat.

Dilaporkan dan ditulis oleh : Iwan S, Mu'ali, Desinta M.A

Selasa, 18 November 2014

PENDIDIKAN KONSERVASI DI SEKOLAH SEKITAR CA. BEKUTUK KABUPATEN BLORA

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada Pasal 4 menyebutkan bahwa Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.

Pemberian materi

Guna mengimplementasikan ketentuan dalam pasal tersebut, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) wilayah Pati melaksanakan kegiatan pendidikan konservasi untuk siswa-siswi SD sampai SLTA di Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora. Di wilayah kecamatan tersebut yaitu di Desa Tanggel terdapat Cagar Alam (CA) Bekutuk, yang merupakan kawasan konservasi dengan tumbuhan penyusun utama jenis Jati (Tectona grandis) berukuran besar dan berusia ratusan tahun.
Pada setiap tingkatan sekolah dipilih satu yang terdekat dengan kawasan, yaitu di SDN IV Tanggel, MTs Salafiyah (setingkat SLTP) Tanggel, dan SMAN I Randublatung.
Penyerahan bibit

Materi yang disampaikan adalah tentang keanekaragaman hayati Indonesia, tumbuhan dan satwa dilindungi Undang-undang, serta hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di kawasan hutan umumnya dan cagar alam khususnya. Bobot materi disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa. Untuk lebih menarik minat para siswa, diputarkan film dokumenter tentang konservasi, antara lain tentang satwa jenis Kukang Jawa dan tentang konservasi air. Khusus di SDN IV Tanggel juga diserahkan beberapa batang bibit penghijauan untuk ditanam di lingkungan sekolah.

Para siswa tampak antusias mengikuti kegiatan ini, terlihat dari aktifnya mereka menjawab kuis yang diajukan pemateri dan juga kritis dalam mengajukan pertanyaan.
                                                                                  
Antusiasme siswa

Seorang siswa menyampaikan pendapat
Kegiatan yang dilaksanakan pada minggu kedua November ini semoga bisa memberikan setitik pencerahan kepada generasi muda tentang pentingnya menjaga kelestarian alam umumnya dan cagar alam (kawasan konservasi) khususnya.

Jumat, 31 Oktober 2014

KARANTINA HEWAN SOLO MENYITA 200 EKOR GELATIK

 gelatik sitaan banyak mati
Sekitar 200 ekor burung gelatik disita di Bandara Adisoemarmo Solo oleh Karantina Hewan Solo pada tanggal 15 September 2014. Burung2 tersebut selanjutnya diamankan BKSDA Jateng, SKW I Surakarta, namun sayang sebagian besar burung tersebut sudah dalam kondisi mati. Kematian  burung-burung tersebut diduga karena stress dan lemas selama dalam perjalanan.



satwa sitaan 


Kamis, 30 Oktober 2014

JATI PETRUK CAGAR ALAM DONOLOYO

Disarikan dari berbagai Sumber Oleh Minto Basuki (Pemerhati Konservasi)

Lokasi Tounggak Jati Petruk, Donolyo
Pada jaman para wali sanga, kira-kira abad 15, pada waktu itu Raden Patah penguasa Kerajaan Demak Bintoro berkeinginan mendirikan sebuah masjid. Atas usul Sunan Kalijaga salah satu Wali Songo yang mempunyai kuwajiban siar agama Islam pada waktu itu,  agar saka guru (tiang utama) masjid dibuat dari kayu jati pilihan. Sehingga Raden patah memerintahkan Sunan Kalijaga mencari kayu jati yang bagus untuk bangunan masjid. Mendapat perintah tersebut Sunan Kalijaga dan para santrinya berangkat mencari kayu jati pilihan yang dikehendaki Raden Patah. Perjalanan Sunan Kalijaga dan para santrinya menuju kea rah selatan. Setelah sampai di wilayah Wonogiri, Sunan Kalijaga dan para santrinya mendapat khabar bahwa di wilayah itu memang terdapat ada seseorang yang punya kebun jati pilihan, pohonnya lurus-lurus, kukuh, kuat dan tahan terhadap serangan rayap. Setelah di cari tahu ternyata yang punya kebun jati pilihan tersebut adalah Kiyai Donoloyo, orang yang senang tirakat dan tapa brata.

Ki Ageng Donoloyo (tempat Tonggak Jati Petruk)
Karena belum tahu dimana arah dan letak tempat tinggal Kyai Donoloyo maka Sunan Kalijaga bertanya pada orang-orang di sekitar wilayah tersebut. Namun karena waktu sudah masuk menjelang malam maka Sunan Kalijaga dan para santrinya istirahat di suatu tempat yang terletak di ketinggian yang berupa hutan kecil dengan ditumbuhi banyak pohon jati yang juga cukup baik kualitasnya. Sunan Kalijaga dan para Santrinya bermusyawarah, bagaimana kalau di daerah tersebut di bangun masjid dengan menggunakan kayu jati yang ada di situ. Setelah ditanya pada warga di  sekitar, hutan jati tersebut memang tidak ada yang punya. Pada akhirnya para santri dan Sunan Kalijaga membangun masjid di daerah tersebut yang dibantu para warga yang tinggal disekitar hutan, secara bergotong royong. Demikian juga Sunan Kalijaga melakukan siar agama Islam dengan mengajari para warga shalat dan syariat Islam lainnya. Setelah jaman kemerdekaan, desa itu disebut Desa Wonokerso, yang berasal dari kata wono dan kerso, wono berarti hutan dan kersa berarti ingin atau yang diinginkan oleh Sunan Kalijaga. Jadi desa Wonokersa itu mempunyai makna hutan yang kayu jatinya diinginkan Sunan Kalijaga. Desa tersebut terletak di wilayah Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri. Menurut cerita bibit pohon jati di desa Wonokersa berasal dari Donoloyo yang terbawa dan tercecer dari tongkatnya Kyai Wonoboyo (konon cerita, Kyai Wonoboyo adalah ipar Kyai Donoloyo yang pada waktu itu mencuri bibit pohon jati Kyai Donoloyo dan dimasukkan melalui tongkatnya).Menurut cerita pula bentuk bangunan masjid di desa Wonokersa itu mirip dengan bangunan masjid Demak.

Sunan Kalijaga dan para Santrinya tinggal di daerah itu untuk beberapa waktu lamanya, hingga pada suatu malam setelah shalat isak, ketika Sunan Kalijaga duduk di serambi masjid, dari kejauhan terlihat sebuah pohon yang tinggi sekali yang tingginya melebihi pohon-pohon di sekitarnya. Melihat hal itu Sunan Kalijaga berpikir dan memperkirakan kalau pohon itu kuat dan berkualitas baik, dan Sunan Kalijaga berkeinginan besok pagi akan ke tempat pohon tinggi itu tumbuh. Malam itu juga Sunan Kalijaga mencari tahu dan bertanya pada warga sekitar dimana keberadaan pohon tinggi itu berada. Sunan Kalijaga bertanya pada warga :”Itu ada pohon tinggi sekali seperti Petruk (salah satu punakawan di dunia pewayangan), dimana tempatnya dan siapa yang punya?”. Pertanyaan Sunan kalijaga dijawab dengan lancer oleh warga di situ karena para warga memang sudah tahu dan hafal, bahwa kayu jati itu miliknya Kyai Donoloyo. Demikian halnya Sunan Kalijaga setelah mendapat jawaban tersebut pada keesokan harinya bersama para Santrinya berpamitan meninggalkan desa itu dengan niat menuju ke tempat tinggal Kyai Donoloyo. Setelah perjalanan beberap waktu lamanya, akhirnya Sunan Kalijaga bertemu dengan Kyai Donoloyo. Sunan Kalijaga menyampaikan maksud dan tujuannya berjalan dari Demak sampai ke wilayah Donoloyo tersebut. Sunan Kalijaga minta ijin kepada Kyai Donoloyo agar bias diberi pohon jati yang paling tinggi yang sudah disebut sebagai “Jati Petruk”. Tahu yang meminta adalah Sunan Kalijaga dan kayu jati itu akan digunakan untuk keperluan yang luhur, yaitu untuk masjid Demak, maka sudah barang tentu Kyai Donoloyo memberikannya. Pohon jati tersebut kemudian ditebang dan dibagi empat agar memudahkan apabila nanti untuk saka guru masjid. Pohon jati tersebut dipindah dari Donoloyo melalui Wonogiri ke Demak dengan cara dihanyutkan melalui sungai Bengawan Solo.

Juru Kunci dan warga yang berziarah
Pada waktu pohon jati itu mau di hanyutkan di Bengawan Solo, Sunan Kalijaga kaget melihat kenyataan yang mengherankan karena potongan kayu jati itu tidak mau hanyut. Ketika kayu jati itu dibawa ke tengah bengawan, tidak berapa lama potongan kayu jati itu kembali ke pinggir bengawan, demikian berulang-ulang terjadi. Melihat kenyataan itu Kyai Donoloyo mendekat dan mengatakan agar potongan kayu jati itu ditunda semalam, baru besoknya dihanyutkan. Malam harinya Kyai Donoloyo menggelar kesenian ledhek (kesenian tradisional di Jawa) semalam suntuk, dan ternyata pagi harinya empat potongan pohon jati tersebut bisa dihanyutkan di Bengawan Solo sampai ke wilayah Demak, dan akhirnya bisa digunakan sebagai saka guru masjid Demak, yang sampai sekarang masih kokoh dan utuh. Karena pohon jati Petruk tadi mempunyai nilai spiritual, maka sampai sekarang masih dikeramatkan oleh beberapa orang yang meyakininya. Pada saat ini tunggak pohon Jati Petruk dan sisa potongan pohonnya, diberi cungkup (rumah kecil biasa digunakan di kuburan (makam) di Jawa dan dikeramatkan sampai dengan saat ini, utamanya para petinggi Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan beberapa warga yang masih meyakininya.
Disarikan dari beberapa narasumber oleh Minto Basuki.